My status

Suncream Sumbawa Oil

Apa sih Suncream Sumbawa Oil itu ? Suncream adalah obat gosok multi khasiat yang memiliki kelebihan : 1. Panas meresap hingga ke tulang, bekerja memperbaiki jaringan syaraf/ otot 2. Panas lebih lama dari pada obat gosok yang beredar di pasaran...baca selanjutnya..

Propolis Golden

Propolis Golden 1 Pack Isi 7 Tube Harga Jual Eceran Rp. 80.000 / Tube

Syamil Dates Honey

Khasiat :Mencerdaskan otak anak, meningkatkan stamina dan imunitasnya, membantu pemulihan saat DBD, Menambah nafsu makan dan melancarkan pencernaannya, menurunkan demam panas tinggi, membantu menyembuhkan batuk, pilek dan radang tenggorokan, mencegah kejang-kejang,meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang, anti leukemia, membantu menyembuhkan amandel, sariawan, asma, TBC, Flek paru-paru, kanker Usus,Cacingan, sembelit, dll.

Jahe Merah Karomah Plus Susu

Jahe Merah Karomah instant adalah suatu produk minuman suplemen yang berbahan dasar herbal seperti Jahe Merah, Sambiloto, Kayu Secang, Habbatussauda, Buah Mahkota Dewa, Madu, Ginseng, Creamer Dan Gula Aren, sehingga menghasilkan sebuah rasa yang mantap, tidak pahit, hangat dan menyegarkan, Diproses dengan kristalisasi sehingga menghasilkan serbuk, dan nyaris tanpa ampas, berbeda dengan produk - produk jahe instant yang ada yang mengandung banyak ampas

Lamandel Anti Amandel Anak

Herbal Lamandel Untuk Mengatasi Amandel Anak Anda Kini Hadir Herbal Standar Untuk Atasi Amandel Anak Anda !!

Sabtu, 31 Desember 2011

Klasifikasi manusia ketika hasad dan Bahaya Hasad

it's an information blog

Larangan saling dengki (2): Klasifikasi manusia ketika hasad dan Bahaya Hasad
Oleh : Abu Abdillah Syahrul Fatwa

Klasifikasi manusia ketika hasad
Hasad memang sudah tertanam dalam hati manusia, oleh karena itu manusia akan dengki bila ada orang yang mengunggulinya dalam sesuatu keutamaan. Apabila hasad timbul dalam dirimu, maka janganlah meremehkannya, karena ia bagaikan tanaman yang akan terus berkembang apabila disirami. Dan akan terus bertambah apabila dibiarkan begitu saja tanpa usaha untuk menghilangkannya.

Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan : “Karena itu dikatakan : tidak ada satu jiwapun kecuali terjangkiti penyakit hasad, tetapi orang yang mulia adalah orang yang menyembunyikannya, sedangkan orang yang tercela adalah yang menampakkannya.” (Majmu’ Fatawa 10/ 124)

Manusia dalam hal hasad terbagi menjadi empat golongan5 :

Golongan pertama : Mereka berusaha menghilangkan nikmat orang yang dia dengki dengan cara berbuat aniaya, baik dengan perkataan atau perbuatan.

Golongan ini terbagi lagi menjadi dua :
1. Berusaha agar kenikmatan yang diperoleh saingannya berpindah pada dirinya.
2. Tidak berusaha agar nikmat orang yang dia dengki berpindah pada dirinya.

Golongan kedua : Mereka tidak berusaha mewujudkan hasadnya, tidak menganiaya orang yang dia dengki dengan ucapan maupun perbuatan.

Golongan kedua ini juga ada dua macam :
Orang yang tidak kuasa dan tidak mungkin menghilangkan hasad dalam dirinya. Hasadnya terkalahkan, maka dia tidak berdosa. Karena semua orang mesti ada rasa hasad kepada orang yang menjadi saingan dan mengunggulinya.

Orang yang menimbulkan rasa hasad dari dirinya sendiri. Dia selalu berangan-angan agar nikmat saingannya hilang. Orang semacam ini persis seperti orang yang bertekat untuk berbuat maksiat. Orang yang hasad semacam ini tidak luput untuk menganiaya lawannya dengan ucapan maupun perbuatan, hingga dia berdosa karena perbuatannya.

Golongan ketiga : Di antara manusia ada yang hasad akan tetapi tidak berangan-angan agar nikmat lawannya hilang. Bahkan dia berusaha menirunya dalam kebaikan, dia ingin mendapat seperti yang diraih temannya.

Apabila tujuannya ingin meraih kebaikan dalam masalah dunia, maka tidak ada baiknya sama sekali, walaupun hal itu boleh. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“ Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia : “ Kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qorun : Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Qoshos [28] : 79)

Apabila tujuannya ingin meraih kebaikan dan keutamaan dalam masalah agama, maka itu baik. Ini adalah hasad yang disyari’atkan. Alloh berfirman :
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (QS. Al-Muthoffifin [83] : 26)

Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara : Seorang yang Alloh berikan Al-Qur’an . Dia mengamalkannya siang dan malam. Seorang yang Alloh berikan harta lalu ia infakkan siang dan malam. (HR. Bukhori : 4637, Muslim : 1350) Inilah yang dinamakan ghibtoh.

Golongan keempat :
Di antara manusia apabila mendapati pada dirinya ada rasa hasad, dia berusaha untuk menghilangkannya. Berusaha berbuat baik kepada orang yang dia dengki, bahkan mendoakan dan menyebarkan kebaikannya.

Dia akan terus berusaha untuk menghilangkan hasad dalam dirinya dan berusaha mengganti rasa hasad dengan rasa kecintaan supaya saudaranya muslim menjadi lebih baik daripada dirinya sendiri. Contoh semacam ini adalah tingkatan iman yang paling tinggi. Pelakunya adalah seorang mukmin yang sempurna imannya. Dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.

Malapetaka dan bahaya hasad
Orang yang hasad secara sadar maupun tidak telah terjatuh dalam beberapa perkara dan malapetaka yang tidak bisa dianggap ringan6 :

Pertama : Membenci takdir Alloh, karena apabila dia benci terhadap apa yang Alloh berikan kepada orang lain, pada hakekatnya penentangan terhadap takdir Alloh juga7.

Kedua : Hasad menghapus kebaikan sebagaimana api menghanguskan kayu bakar. Karena pada umumnya, orang yang hasad akan menganiaya orang yang ia dengki. Dia akan menyebutkan sesuatu yang dibencinya, menghasud manusia agar menjauhinya dan lain-lain. Ini adalah dosa besar yang menghapuskan kebaikan.

Ketiga: Orang yang hasad akan merasa sesak dada ketika melihat orang lain mendapat nikmat. Acapkali kita melihat orang dengki hatinya gundah, sedih dan dadanya sesak. Dia akan selalu mengawasi saingannya, kesedihan adakn bertambah dan dunia terasa sempit bila saingannya mendapat nikmat.

Keempat : Hasad adalah akhlak orang yahudi. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آَتَيْنَا آَلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآَتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Alloh berikan kepadanya? Sesungguhya kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar (QS. An-Nisa [4] : 54)

Dan sudah kita maklumi bersama, bahwa orang yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaumnya. Berdasarkan sabda nabi yang berbunyi :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia ternmasuk golongan mereka. (HR. Abu Dawud ; 4031, Ahmad 2/50, Syaikhul Islam berkata dalam Majmu Fatawa 5/331 : “Sanadnya bagus.” Imam Suyuthi menghasankannya dalam al-Jami’ Ash-Shoghir : 6025, oleh al-Albani)

Kelima : Sekuat apapun hasadnya, tidak mungkin menghilangkan nikmat Alloh yang telah Dia berikan kepada orang lain. Lantas mengapa hasadnya masih mengurat dalam hati?

Keenam : Hasad menafikan kesempurnaan iman. Berdasarkan sabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam yang berbunyi :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dicintainya untuk dirinya. (HR. Bukhori : 13, Muslim : 45)

Kelaziman hadits ini, seharusnya engkau benci apabila nikmat Alloh hilang dari saudaramu, bukan malah senang. Apabila engkau senang nikmat Alloh hilang darinya, berarti engkau belum mencintai saudaramu apa yang dicintai oleh dirimu sendiri. Dan hal ini jelas mengurangi kesempurnaan iman.

Ketujuh : Hasad akan menyeret pelakunya berpaling meminta keutamaan dari Alloh. Orang yang hasad akan selalu mengawasi nikmat Alloh yang diberkan kepada orang lain, sementara dirinya sendiri lupa meminta keutamaan dari Alloh. Alloh berfirman :
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Alloh kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Alloh sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa [4]:32)

Kedelapan : Hasad akan membawa peremehan terhadap nikmat Alloh. Orang yang hasad akan melihat dirinya seakan-akan tidak memperoleh nikmat sedikitpun. Dia selalu melihat bahwa orang yang dia dengki berada dalam nikmat yang besat. Akibatnya secara tidak langsung dia telah meremehkan nikmat Alloh dan lupa bersyukur kepada-Nya.

Kesembilan : Hasad adalah akhlak tercela, karena selalu mengawasi nikmat Alloh yang diberikan kepada orang lain. Dia selalu berusaha menghalangi kebanyakan manusia dari orang yang dia dengki.

Kesepuluh : Orang yang hasad, pada umumnya akan menyakiti orang yang dia dengki. Demikian dia akan menjadi orang yang bangkrut. Kebaikannya akan diambil oleh orang yang dia dengki. Kebaikannya akan habis, selanjutnya kejelekan orang yang dia dengki akan dilimpahkan kepadanya, kemudian dia akan dicampakkan ke neraka.

Kesimpulannya, hasad adalah akhlak tercela. Akan tetapi sangat disayangkan, perkara ini banyak terjadi pada sebagian penuntut ilmu!! Apabila rasa iri, dengki, dan hasad ini dijumpai antara para pedagang, pengusaha, atau orang awam yang mereka semua tidak paham ilmu, mungkin bisa dimaklumi. Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penyakit ini lebih banyak menjangkiti para penuntut ilmu atau orang-orang yang sudah menuntut ilmu. Wallohul Musta’an.

Catatan kaki :
5. Jami’ul Ulum wal-Hikam 2/260-263
6. Kitabul-Ilmi, Ibnu Utsaimin hlm 72-74
7. Sebagian salaf berkata : “Barang siapa yang ridho terhadap ketentuan Alloh, tidak ada seorangpun yang benci padanya. Barangsiapa yang qona’ah terhadap pemberian Alloh, rasa hasad tidak akan masuk padanya. “ Adab Dunya wa Dien, al-Mawardi hlm. 425.
8. Lihat masalah menarik ini dalam kitab Tahasud al- Ulama, Abdulloh bin Husain al- Maujan. Cet. Dar al-Manaroh
Sumber : Majalah al-Furqon Edisi 12 Tahun ketujuh / Rojab 1429 [Juli 08]

Obat-obat Untuk Penyakit Hasad

it's an information blog

Terapi agar selamat dari hasad
Hasad bisa diobati dengan beberapa perkara9 :
1. Ilmu yang bermanfaat
Karena hakekat ilmu yang bermanfaat akan mencegah pelakunya dari mewujudkan hasadnya. Dia akan menyadari bahwa hasad hanya  akan membahayakan dunia dan agamanya. Bahaya bagi agamanya karena dengan hasad dia akan menentang takdir Alloh. Bahaya bagi dunianya, karena hati orang yang hasad akan merasa pedih dan sakit acapkali melihat orang yang dia dengki mendapat nikmat. Raihlah ilmu yang bermanfaat yang menerangi jalanmu, yang mencegah dari kesalahan. Kemudian amalkanlah.
Imam Ibnu Rojab rohimahulloh mengatakan “Sungguh Alloh telah mengabarkan tentang suatu kaum yang mereka diberikan ilmu akan tetapi ilmunya tidak memberikan manfaat baginya. Maka ini adalah ilmu yang bermanfaat pada sendirinya, akan tetapi pemiliknya tidak bisa memanfaatkannya.” (Fadhl Ilmi Salaf Ala Ilmi Kholaf hlm. 7)
Alloh berfirman :
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
“ Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (Pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda). Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau kami menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya yang rendah. (QS. Al-A’rof [7] : 175-176)
2.Taubat
Taubat adalah hal yang sangat menakjubkan. Menghapus dosa sehingga tidak tersisa sedikitpun. Taubat yang nasuha, menyesali dosa hasadnya, meninggalkan dan bertekat untuk tidak mengulanginya kembali di masa akan datang. Apabila hasad muncul bersegeralah minta ampun kepada Alloh, berdoalah agar kedengkian dalam dada hilang.
3. Berfikir positif dan merenungi akibat jelek hasad
Karena dengan demikian dia akan menahan jiwanya dari hasad kepada orang lain. Menyadari bahwa hasad tidak membawa kebaikan sedikitpun.
4. Terimalah taqdir Alloh dengan lapang dada
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ
“Terimalah apa yang Alloh berikan padamu, niscaya engkau menjadi manusia yang paling kaya. (HR. Tirmidzi 2305, Ahmad 2/310. Dihasankan oleh Al-Albani dalam ash-Shohihah n0.930)
Ibnu Sirin rohimahulloh mengatakan : “ Aku tidak pernah hasad kepada seorangpun dalam urusan dunia. Karena apabila ia ahli surga, bagaimana mungkin aku hasad padanya dalam urusan dunia yang itu tidak ada nilainya di surga nanti. Apabila ia termasuk ahli neraka , maka bagaimana mungkin pula aku hasad padanya dalam urusan dunia sedangkan dia akan masuk neraka? (Ihya ulumuddin 3/1973)
5. Doakan saudaramu
Apabila hatimu terjangkiti hasad, maka doakanlah kebaikan pada orang yang engkau dengki dengan taufiq. Karena doa akan menimbulkan keajaiban, merubah keadaan yang buruk menjadi baik. Pertanda bahwa dirinya tidak dengki dan tidak ada tujuan kecuali kebaikan bagi saudaranya.
6. Merajut cinta karena Alloh
Cintailah saudaramu karena Alloh, mulailah dengan bertanya kepada dirinya, agar hasad dalam jiwa hilang dan orang yang kita dengki menjadi orang yang kita senangi. Karena apabila seorang teman sudah senang dan mencintai saudaranya, sudah barang tentu rasa hasadnya akan berkurang dan hilang. Cobalah, barangkali usaha ini tampaknya sulit, akan tetapi mujarab. Ingatlah selalu firman Alloh yang berbunyi :
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fushilat[41] : 34)
7. Kunjungan yang berkesan
Kunjungan seorang muslim terhadap saudaranya merupakan bentuk perhatian dan kasih sayang.
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا
“ Barang siapa yang menjenguk orang sakit, atau mengunjungi saudaranya karena Alloh, maka dia akan dipanggil dari atas langit : Semoga engkau menjadi baik, baik pula perjalananmu dan engkau meraih kedudukan di surga.” (HR. Tirmidzi 1931, Ibnu Majah 1443. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Al-Misykah 1575. Lihat pula Shohih al-Jami’ 6387)
Setidaknya, kunjungan kita pada orang yang kita dengki akan mengurangi rasa hasad yang menerpa jiwa.
8. Jangan diam dari kemungkaran
Apabila engkau berada dalam satu majelis, dan ada saudaramu yang sedang dibicarakan karena hasad, maka janganlah engkau basa-basi dengan diam tak peduli. Perintahkan orang yang hasad untuk diam dan bertaubat. Bela kehormatan saudaramu dengan apa yang engkau ketahui tentangnya. Semoga ini salah satu cara jitu untuk menghilangkan rasa hasad yang ada pada orang hasad tersebut.
9.Mengutamakan orang lain
Apabila engkau mengetahui saudaramu hasad pada dirimu dan engkau bertemu padanya dalam suatu majelis, usahakan engkau memulai terlebih dahulu dengan salam dan bertanya. Angkatlah posisinya di hadapan orang, semoga sifat hasad yang ada padanya akan sedikit berkurang kemudian hilang.
10.Minta nasehat darinya
Karena apabila engkau minta nasehat pada orang yang hasad padamu, berarti engkau telah menanamkan nilai kecintaan dan pengagungan dalam dirinya. Hal ini akan membantu hilangnya penyakit hasad pada dirinya.
Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma berkata : “Tiga perkara yang aku tidak dapat membalasnya kecuali doa  : Seorang yang masuk menemuiku dalam suatu majelis, dia berdiri dengan senyum dan gembira. Seorang yang memberi kelapangan kepadaku dalam majelis. Seorang yang tertimpa masalah, kemudian dia minta pendapatku. Mereka adalah orang-orang yang aku tidak dapat membalas kebaikannya kecuali dengan doa.” (Ma’alim Fi Thoriq Tholibil Ilmi, Dr. Abdul Aziz as-Sadhan hlm 103)
Demikianlah sedikit pembahasan masalah hasad. Kita berlindung kepada Alloh agar terhindar dari kejelekan hasad. Kita berdoa agar hati kita bersih dari rasa dengki, iri dan hasad sesama muslim. Allohu A’lam.
Catatan kaki :
9. Ihya Ulumuddin 3/1987, Mausu’ah Nadhrotun Na’im 10/4419, ak-Jami’ Fi Syarhil Aeba’in 2/ 1206
Sumber : Majalah al-Furqon Edisi 12 Tahun ketujuh / Rojab 1429 [Juli 08]

Api itu bernama HASAD !!!

it's an information blog

Oleh: Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin

Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.

Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya:
Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah.

Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll. Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada.

Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.

Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Nabi bersabda,“Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)

Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati.

Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna.

Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)

Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut.

Hasad adalah akhlak tercela. Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll.

Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka.

Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang. Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar.

Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak.

Mau Nikah Dengan Niat Talaq?

it's an information blog

Salah satu dasar agung pernikahan adalah kelangsungannya secara terus menerus, artinya hendaknya sebuah pernikahan berjalan langgeng, tidak terputus kecuali oleh sesuatu yang mendesak, maka Islam telah mengharamkan akad pernikahan yang bertentangan dengan dasar kelanggengan ini seperti nikah mut’ah dan nikah tahlil, dalam dua bentuk pernikahan ini ketidaklanggengan dinyatakan secara terbuka, oleh karena itu keduanya dilarang, persoalannya adalah bagaimana jika ketidaklanggengan itu hanya disimpan di dalam hati, tidak diucapkan? Apakah ia sama dengan dua pernikahan di atas atau berbeda? Para ulama berbeda pendapat tentang hukum pernikahan ini menjadi dua pendapat: 

Pendapat pertama, pernikahannya sah. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan sebagian Hanbali.
Ibnu Nujaim al-Hanafi berkata, “Seandainya seseorang menikahi sedangkan di dalam hatinya dia berniat menikahinya selama masa tertentu maka pernikahan tetap shahih, sebab pembatasan waktu hanya berlaku dalam lafazh.” (Al-Bahr ar-Ra`iq 3/115).

Al-Mawardi berkata, “Nikahnya shahih karena ia bebas dari syarat yang merusaknya sekali pun ia makruh, karena di dalam pernikahan ini dia menyembunyikan niat yang jika dia ucapkan niscaya pernikahan menjadi fasid namun ia tidak fasid dengan niat, karena mungkin dia berniat sesuatu yang tidak dia lakukan dan melakukan apa yang sebelumnya tidak dia niatkan.” (Al-Hawi 11/475).

Ibnu Qudamah berkata, “Pasal, jika dia menikahinya tanpa syarat hanya saja dalam niatnya dia akan mentalaknya setelah satu bulan, atau ketika keperluannya di kota tersebut selesai maka pernikahan ini shahih menurut kebanyakan ulama kecuali al-Auza’i, dia berkata, ‘Ia adalah nikah mut’ah.’ Yang shahih bahwa ia tidak mengapa dan niatnya tidak mempengaruhi dan tidak ada dosa atas suami jika dia ingin menahan istrinya dan cukup baginya jika istri sepakat dengannya, jika tidak maka dia mentalaknya.” (Al-Mughni 7/138).

Dalil pendapat ini:
1- Akad pernikahan telah memenuhi seluruh syarat-syaratnya dan niat untuk mentalak pada masa depan tidak berpengaruh, ia baru sebatas kemungkinan, bisa saja ia berubah dan dia tetap menahan istrinya.
2- Jika kita hendak menetapkan pernikahan tanpa niat talak maka kita telah membuat pernikahan ala Nasrani yang tidak membuka pintu talak.
3- Nikah dengan niat talak berbeda sama sekali dengan nikah mut’ah.

Pendapat kedua, pernikahan tidak sah, ia adalah salah satu bentuk nikah mut’ah. Ini adalah pendapat al-Auza’i dan madzhab sebagian Hanabilah.
Al-Auza’i berkata, “Seandainya dia menikahinya tanpa syarat akan tetapi dia berniat tidak menahannya kecuali selama satu bulan atau yang sepertinya dan setelah itu dia mentalaknya maka ini adalah nikah mut’ah, tidak ada kebaikan padanya.” (At-Tamhid10/123).
Al-Mardawi berkata, “Faidah, seandainya dia berniat dalam hatinya maka ia sama dengan apa yang dia syaratkan menurut pendapat yang shahih dalam madzhab.” (Al-Inshaf 8/163-164).

Dalil pendapat ini:
1- Kelanggengan dalam akad nikah adalah syarat sahnya akad nikah, ini adalah perkara yang disepakati oleh para ahli ilmu, hal ini berkonsekuensi melarang pernikahan dengan niat talak.
2- Menyembunyikan niat talak mengandung kecurangan dan penipuan terhadap istri dan keluarganya.
3- Mempermainkan tali pernikahan.
4- Membukan pintu bagi orang-orang yang tidak baik untuk memanfaatkan para wanita dan hal ini akan melenyapkan kepercayaan kepada orang-orang baik, akhirnya orang-orang pun mengira bahwa orang–orang baik menikah dengan niat talak.

Pendapat yang rajih,
Seandainya kita mengetahui niat yang bersangkutan maka kita patut melarang pernikahan seperti ini karena ia mengadung penipuan dan kecurangan di samping ia bertentangan dengan kelanggengan yang diharapkan dari akad pernikahan.

Namun masalahnya adalah bahwa yang bersangkutan menyembunyikan niatnya sehingga kita tidak mengetahuinya secara pasti, sementara sebuah hukum hanya berpijak kepada kondisi lahir dan tidak menyangkut apa yang tersimpan di dalam hati, dari sini maka secara hukum pernikahan dengan niat talak adalah sah, sedangkan masalah niat maka ia antara yang bersangkutan dengan Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun nikah mut’ah, jika maksud suami adalah meraih kenikmatan darinya sampai masa tertentu kemudian berpisah darinya, misalnya musafir yang datang ke suatu kota, di sana dia tinggal beberapa waktu, lalu dia menikah dengan niat jika dia pulang ke negerinya maka dia akan mentalaknya, tetapi dia melangsungkan akad nikah secara mutlak, maka dalam masalah ini terdapat tiga pendapat dalam madzhab Ahmad. Ada yang berkata, ia adalah pernikahan yang boleh, ini adalah pilihan Abu Muhammad al-Maqdisi sekaligus pendapat jumhur. Ada yang berkata, ini adalah nikah tahlil tidak boleh, ini adalah pendapat al-Auza’i, ini dikuatkan oleh Qadhi dan rekan-rekannya dalam al-Khilaf. Ada yang berkata, makruh bukan haram.

Pendapat yang shahih adalah bahwa nikah ini bukan nikah mut’ah dan tidak haram, hal itu karena yang bersangkutan bermaksud dan berminat untuk menikah, berbeda dengan muhallil, hanya saja dia tidak menginginkan kelangsungan pernikahan dan hal ini bukan merupakan syarat, karena kelangsungan istri bersamanya bukan sesuatu yang wajib, dia bisa mentalaknya, jika dia bermaksud mentalaknya setelah masa tertentu maka dia bermaksud melakukan sesuatu yang boleh, lain halnya dengan nikah mut’ah, nikah ini persis dengan sewa menyewa di mana ia habis dengan habisnya masa yang disepakati dan suami tidak memiliki apa pun atasnya setelah masa kesepakatan selesai. Adapun ini maka kepemilikannya tetap ada lagi mutlak, dan bisa jadi niatnya berubah sehingga dia tidak mentalaknya dan ini pun boleh juga, sebagaimana jika dia menikah dengan niat tidak mentalaknya untuk selama-lamanya, ternyata niatnya berubah dan dia mentalaknya, ini pun boleh. Seandainya dia menikahinya dengan niat jika dia menyukainya maka dia tidak mentalaknya, jika tidak maka dia mentalaknya maka ini pun boleh, sekali pun hal ini bukan merupakan syarat dalam akad, seandainya dia mensyaratkan akan menahannya dengan baik atau melepasnya dengan baik, maka hal ini sudah menjadi konseksuensi akad secara syar'i dan ia adalah syarat yang shahih menurut jumhur dan dia harus memegang tuntutan syara’ sebagaimana Nabi saw mensyaratkan dalam jual beli di antara sesama muslim agar tidak ada penipuan, kecurangan dan kejahatan, ini merupakan tuntutan akad. Al-Hasan bin Ali sering mentalak, tidak tertutup kemungkinan kebanyakan wanita yang dia nikahi, dia nikahi dengan niat hendak mentalaknya setelah masa tertentu, namun begitu tidak seorang pun yang berkata bahwa hal itu adalah nikah mut’ah. Pelaku pernikahan dalam hal ini tidak berniat mentalaknya setelah masa yang telah ditentukan akan tetapi setelah maksudnya tercapai darinya dan hajatnya di kota tersebut tertunaikan, dengan asumsi bahwa dia berniat mentalaknya dalam waktu tertentu maka niat ini mungkin berubah, hal ini tidak mengandung penundaan pernikahan dan menjadikannya seperti sewa menyewa yang telah ditentukan.” (Majmu' al-Fatawa 32/147-148).

Free Download E-book Sifat Sholat Nabi

it's an information blog

Free Download E-book Sifat Sholat Nabi

it's an information blog

Jumat, 30 Desember 2011

Cinta Sepanjang Masa

it's an information blog

Ia adalah wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya. Panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati sang suami. Bahkan sang suami terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. (Mazin bin Abdul Karim Al Farih  dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Suatu hari istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain (yakni ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha) berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebutnya.” (HR. Bukhari)

Ya, dialah Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushai. Dialah wanita yang pertama kali dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersamanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membina rumah tangga harmonis yang terbimbing dengan wahyu di Makkah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikah dengan wanita lain sehingga dia meninggal dunia.

Saat menikah, Khadijah radhiyallahu ‘anha merupakan wanita yang paling terpandang, cantik dan sekaligus kaya. Ia menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak lain karena mulianya sifat beliau, karena tingginya kecerdasan dan indahnya kejujuran beliau. Padahal saat itu sudah banyak para pemuka dan pemimpin kaum yang hendak menikahinya.

Ia adalah wanita terbaik sepanjang masa. Ia selalu memberi semangat dan keleluasaan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari kebenaran. Ia sendiri yang menyiapkan bekal untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menyendiri dan beribadah di gua Hira’. Seorang pun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama, “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR. Muttafaqun ‘alaih) (Mazin bin Abdul Karim Al Farih  dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Pun, saat suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah untuk mulai berjuang mendakwahkan agama Allah dan mengajak pada tauhid, ia adalah wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah utusan Allah dan kemudian menyatakan keislamannya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit pun juga.

Khadijah termasuk salah satu nikmat yang Allah anugerahkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mendampingi beliau selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah, melindungi beliau pada saat-saat yang kritis, menolong beliau dalam menyebarkan risalah, mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, juga rela menyerahkan diri dan hartanya pada beliau. (Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury di dalam Sirah Nabawiyah)

Suatu kali ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau menyebut-nyebut Khadijah, “Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita lain selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Khadijah itu begini dan begini.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Ahmad pada Musnad-nya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan begini” adalah sabda beliau, “Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang mengharamkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezeki berupa anak darinya.” (Mazin bin Abdul Karim Al Farih  dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Karenanya saudariku muslimah, jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam mencintai dan menegakkan agama Allah, sertailah dia dalam suka dan dukanya. Jadilah engkau seperti Khadijah hingga engkau kelak mendapatkan apa yang ia dapatkan. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Jibril mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, inilah Khadijah yang datang sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika dia datang, sampaikan salam kepadanya dari Rabb-nya, dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang di dalamnya tidak ada suara hiruk pikuk dan keletihan.”

Saudariku muslimah, maukah engkau menjadi Khadijah yang berikutnya?

Maraji:


  • Rumah Tangga tanpa Problema (terjemahan dari Al Usratu bilaa Masyaakil) karya Mazin bin Abdul Karim Al Farih
  • Sirah Nabawiyah (terj) karya Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury
  • Al Quran dan Terjemahnya

Kamis, 29 Desember 2011

Dan Khadijah Memilih Muhammad

it's an information blog

Kebahagiaan rumah tangga adalah idaman setiap pemuda dan gadis yang memasuki usia pernikahan, tidak hanya itu, kebahagiaan rumah tangga juga merupakan impian laki-laki dan wanita yang berumah tangga, bahkan para orang tua untuk anak-anaknya di kemudian hari, tetapi ada satu yang sangat disayangkan yaitu neraca atau tolok ukur yang mereka gunakan dalam menimbang kebahagiaan secara umum masih berpijak kepada materi, asumsi bahwa yang berduit, yang berkantong tebal, yang berpekerjaan mapan, lebih-lebih jika berposisi basah, yang sudah punya rumah pribadi, yang sudah punya ini dan yang sudah punya itu dan seterusnya adalah yang bisa membahagiakan, yang lain tidak, masih sedemikian mengakar kuat dalam benak banyak orang, terutama para wanita berikut orang tua wanita.

Realitanya pada saat ada pemuda yang berhasrat menikahi anak perempuannya maka sederet pertanyaan mereka cecarkan kepada si peminat, atau dia sudah menanamkan dalam benak anak perempuannya kriteria-kriteria bagi calon suami pendamping hidup ideal, di mana ujung atau muara dari pertanyaan dan kriteria itu adalah duit alis fulus, walaupun dikemas dan disampul dengan bahasa, “Apa pekerjaannya? Kerja di mana? Statusnya pegawai tetap atau honorer? Berapa penghasilannya? Dia punya apa?” Dan sederet bahasa lainnya yang kental dengan aroma uang di baliknya. Tidak heran jika jawaban dari pertanyaan ini kurang memuaskan, tentu dari sisi finansial, maka si peminat akan masuk dalam daftar nomor kesekian puluh, sebaliknya sebaliknya.

Tidak dipungkiri bahwa uang memiliki peran besar dalam kehidupan rumah tangga, syarat mampu menafkahi yang diletakkan oleh Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bagi para pemuda yang hendak menikah sudah cukup membuktikan bahwa rumah tidak tegak tanpa uang, akan tetapi ini tidak berarti uang harus melimpah atau mengalir seperti air dari kran, tidak perlu demikian hanya untuk sekedar menegakkan rumah tangga, karena dengan yang kurang bahkan jauh lebih kurang dari itu rumah tangga tetap bisa tegak.
Tidak dipungkiri bahwa uang punya andil dalam batas-batas tertentu dalam memberikan kebahagiaan, akan tetapi ia bukan satu-satunya dan juga bukan nomor satu, kalau uang adalah satu-satunya dan nomor satu sebagai pemberi kebahagiaan, betapa tidak adilnya Allah yang membagi kebahagiaan sesuai dengan uang yang tidak dimiliki oleh semua orang, padahal sebenarnya dia juga berhak mendapatkan kebahagiaan. Belum lagi kenyataan yang membantah asumsi ini, karena kenyataan membuktikan bahwa tidak semua yang beruang berbahagia dan tidak semua yang berbahagia beruang.

Penulis sepakat dengan penyair ini,
وَلَسْتُ أَرَى السَعَادَةَ جَمْعَ مَالٍ
وَلَكِنَّ التَقِيَّ هُوَ السَّعِيدُ
Aku tidak melihat kebahagiaan dengan mengumpulkan harta
Akan tetapi orang yang bertakwa adalah orang yang berbahagia.

Agar para wanita atau para orang tua tidak melulu menomorwahidkan harta sebagai syarat bagi pendamping hidup dan untuk membuktikan bahwa tanpa uang mengucur pun hidup berbahagia tetap diraih, agar mereka juga menyadari bahwa dorongan Nabi shallallohu 'alaihi wasallam agar memilih pendamping hidup yang memiliki agama bukan hanya tertuju kepada para pemuda, akan tetapi juga kepada para pemudi, maka alangkah baiknya bila wanita melihat potret istri yang berbahagia bahkan kebahagiaannya tidak tertandingi justru pada saat mereka tidak meletakkan pertimbangan harta dalam skala utama.

Istri tersebut adalah Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita bangsawan dan kaya raya, status janda, nasabnya terhormat, wanita paling cerdas di kalangan kaumnya, walaupun berstatus janda, para peminat untuk menikahinya tidak datang dari kalangan sembarangan, sebaliknya datang dari para kepala suku dan pemuka kabilah dengan kedudukan terhormat pula, akan tetapi semua itu Khadijah abaikan, tidak ada nyangkut dalam hatinya, dia melihat bahwa mereka yang datang melamarnya tidak menjanjikan sesuatu yang istimewa, sehingga dia perlu mempertimbangkan mereka.

Tetapi ada seorang pemuda, khadijah telah mendengar tentang kejujurannya, amanahnya dan akhlaknya yang luhur, dan setelah dia membuktikannya sendiri melalui kerja sama dagang yang dia jalin dengan pemuda ini, diperkuat oleh kesaksian pembantunya, Maisarah, yang menceritakan bagaimana budi pekerti pemuda ini yang mulia, pemikirannya yang tajam, cara berbicara yang jujur dan gaya hidup yang penuh dengan amanat, Maisarah ini menceritakan berdasarkan apa yang dia lihat pada saat menemani pemuda ini berangkat ke Syam dengan dagangan Khadijah.

Pada saat itulah Khadijah merasa menemukan apa yang dia idam-idamkan selama ini, bahwa para pembesar yang datang melamarnya bukan apa-apa di depan pemuda idamannya ini, padahal apalah arti pemuda ini dibanding mereka, dia hanya seorang pemuda yang dulunya adalah yatim piatu, tumbuh dalam asuhan kakeknya dan pamannya tanpa merasakan kasih sayang bapak, dan kasih sayang ibu hanya dia dapatkan dalam waktu yang tergolong singkat bagi seorang anak. Pemuda ini bukan pula tergolong pemuda kaya, atau ketururnan orang tua yang berharta, bukan. Bahkan setelah menikah dengannya Khadijah harus banyak berkorban demi mendukung dakwah suami, mendampinginya menghadapi fase-fase awal perjuangan suami yang sangat berat. Tetapi pemuda ini di mata Khadijah memiliki apa yang tidak mereka miliki dan itu jauh dan jauh mengungguli apa yang mereka miliki.

Pilihan telah dijatuhkan oleh Khadijah, tanpa maju-mundur, tanpa keraguan, akan tetapi dengan keyakinan, dengan kemantapan, dan ternyata pilihannya yang tidak dia dasarkan sama sekali kepada pertimbangan harta dan kedudukan, akan tetapi dia dasarkan kepada pertimbangan akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur, adalah pilihan paling tepat. Penulis memastikan bahwa tidak ada pilihan dalam berumah tangga di dunia ini yang lebih tepat daripada pilihan Khadijah kepada Muhammad dan sebaliknya.

Setelah menikah dengan pemuda ini, Khadijah mengenyam kebahagiaan sebagai istri yang penulis yakin tidak tertandingi oleh kebahagiaan istri mana pun, sebagai wanita pertama pendamping seorang Rasul terbaik sekaligus wanita pertama yang beriman kepada ajakannya, jasa-jasanya kepada perjuangan suami di awal-awal fase dakwah tidak dimiliki oleh siapa pun, satu-satunya istri yang mampu melahirkan untuk suaminya pada saat istri-istri suaminya setelahnya tidak ada yang melahirkan untuknya, enam orang putra shalih dan shalihah: al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah dan Abdullah ath-Thayyib dan ath-Thahir.
Sebagai seorang istri yang mendapatkan curahan cinta kasih dari suami sepenuhnya tanpa terbagi dengan yang lain, karena semasa Khadijah hidup sang suami tidak menikah dengan istri kedua, benar, Muhammad tidak memadu Khadijah, Muhammad memberikan seluruhnya kepada Khadijah. Maka penulis bisa katakan, Muhammad menikah sebagai seorang pemuda atau sebagai seorang laki-laki adalah pada saat dia menikah dengan Khadijah, karena pada saat itu usia beliau adalah dua puluh lima tahun, lima belas tahun sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, selebihnya pernikahan Muhammad merupakan tuntutan risalah.
Jangan heran kalau cinta Muhammad kepada Khadijah tidak pernah mati ditelan masa, penulis berani berkata, cinta Romeo dan Juliet yang oleh banyak orang dijadikan sebagai ikon cinta, tetapi bagi penulis ikon cinta haram, hanyalah seperti kuku hitam dengan kuku putih jika dibandingkan dengan cinta Muhammad kepada Khadijah dan cinta Khadijah kepada Muhammad, walaupun Khadijah telah bersemayam di alam kubur, Muhammad tetap selalu mengingatnya dan mengenangnya. Sampai-sampai istri Nabi shallallohu 'alaihi wasallam yang mengetahui dirinya paling beliau cintai, Aisyah binti Abu Bakar berkata, “Aku tidak cemburu kepada istri-istri Nabi shallallohu 'alaihi wasallam melebihi Khadijah, aku tidak melihatnya, akan tetapi Nabi shallallohu 'alaihi wasallam sering menyebut-nyebut namanya, terkadang beliau menyembelih kambing lalu memotong-motongnya kemudian membagi-bagikannya kepada teman-teman Khadijah, sampai aku berkata, ‘Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.’ Maka beliau bersabda, “Dia adalah.. dia adalah.. dan aku mempunyai anak darinya.”

Tunjukkan kepada penulis istri yang berbahagia seperti Khadijah yang menentukan pilihan terhadap suami tidak dengan pertimbangan harta. Bagaimana dengan Anda ukhti muslimah? Wallahu a'lam.

Subhanallah ...
-- Sambil menikmati secangkir Jahe Merah Karomah --

Pentingnya Kesehatan Keluarga

it's an information blog

Orang-orang Arab berkata, “Sehat adalah mahkota di kepala orang-orang yang sehat, ia hanya diketahui oleh orang-orang yang sakit.” Artinya orang yang sehat kurang menyadari bahwa dirinya memakai sebuah mahkota yang harganya sangat mahal, yang menyadari justru orang yang sakit yang kehilangan kesehatan, memang bila seseorang mempunyai sesuatu, terkadang dia kurang menghargai keberadaannya, namun saat sesuatu itu pergi, dia baru menyadari, begitulah manusia.

Bagi keluarga, kesehatan memang bukan satu-satunya faktor penyebab kebahagiaan dan keutuhannya, masih banyak faktor penunjang, namun tak bisa dipungkiri bahwa kesehatan adalah satu dari faktor-faktor tersebut, betapa tidak, saat keluarga dengan semua anggotanya diberi kesehatan, mereka semua bisa menjalankan perannya dalam keluarga secara maksimal, tidak ada sayap dalam kelurga yang timpang, semuanya berperan, kebersamaan tercipta dan perahu kelurga berjalan lancar karena semua pendayungnya mendayung secara bersama-sama.

Sebaliknya saat salah satu anggota kelurga ada yang sakit, bila dia adalah bapak atau suami, maka dia adalah kepala, bila kepala pusing maka anggota tubuh yang lain ikut pusing dan panas dingin, bila kepala sakit dan tidak berperan atau berperan maksimal, apa yang bisa dilakukan oleh anggota? Bila yang sakit adalah ibu atau istri, maka sebagai menejer rumah yang sakitnya jelas berbuntut mangkraknya isi rumah, bagaimana tidak lha wong menejernya butuh istirahat, lalu siapa yang menggantikannya? Pembantu, mungkin, tetapi bagaimana pun juga tetap tak menggantikan, karena istri atau ibu adalah anchor, jangkar, maskot rumah, suram bila semua rumah tanpa jangkar atau ada jangkarnya tetapi tidak berfungsi. Belum lagi biaya berobat yang harus dikeluarkan, bila ekonomi keluarga termasuk lemah, bisa menggoyahkan.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan keduanya baik, bersungguh-sungguhlah dalam perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah bantuan kepada Allah dan jangan merasa lemah, jika kamu tertimpa sesuatu maka jangan berkata, ‘Kalau aku berbuat begini niscaya akan begini begini.’ Akan tetapi katakanlah, ‘Takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki, Dia laksanakan.’ Karena seandainya ‘membuka’ perbuatan setan.” (HR. Muslim).

Kata ‘kuat’, walaupun kekuatan fisik bukan nomor satu, akan tetapi ia tidak bisa disisihkan dari kata ‘kuat’ yang tercantum dalam hadits, dan kuat identik dengan sehat.

Dari Abu al-Fadhl Abbas bin Abdul Mutthalib berkata, aku berkata, “Ya Rasulullah, ajarkan sesuatu kepadaku, aku akan memintanya kepada Allah Ta’ala.” Nabi shallallohu 'alaihi wasallam menjawab, “Mintalah afiyah kepada Allah.” Maka aku diam berhari-hari, kemudian aku datang lagi, aku berkata, “Ya Rasulullah, ajarkan sesuatu kepadaku, aku akan memintanya kepada Allah.” Nabi shalaw menjawab, “Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah, mintalah afiyah kepada Allah di dunia dan di Akhirat.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, “Hasan shahih.” Syaikh al-Arnauth berkata, “Shahih karena ia mempunyai syahid.”).

Kata ‘afiyah’ berarti keselamatan, bisa pula berarti kesehatan, penting dan berharganya keselamatan atau kesehatan terlihat dari saran Nabi shallallohu 'alaihi wasallam kepada pamannya yang terulang sampai dua kali, padahal Abbas sendiri berharap mendapatkan jawaban berbeda dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam pada saat dia datang kepada beliau untuk kali kedua, tetapi tetap saja Nabi shallallohu 'alaihi wasallam memberinya jawaban yang tidak berbeda.

Saran yang sama beliau berikan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad nomor 5, at-Tirmidzi nomor 3553 dan Ibnu Majah nomor 3849.

Kalau kita merenung, kita akan menemukan satu hakikat yang diterima oleh semua kalangan, ternyata yang membuat hidup ini nikmat, makanan menjadi lezat, minuman nikmat dan tidur menjadi pulas berpulang kepada penyantapnya atau peminumnya atau pelakunya yang sedang dalam kondisi sehat, seempuk apa pun kasur dan sesejuk apa pun udara kamar, kalau sedang sakit, tidur tetap tidak nikmat, selezat dan senikmat apa pun suatu makanan dan minuman, jika dimakan dan diminum dalam keadaan sakit, maka yang terasa adalah pahit dan getir, ternyata sehatlah yang menjadikan makanan dan minuman itu enak dan nikmat.

Penyair berkata,

Berapa banyak mulut yang pahit lagi sakit
Ia merasakan air tawar yang jernih pahit


Sohibul hikayat berkata menyampaikan nilai sehat yang sangat tinggi, Hajjaj bin Yusuf, panglima dinasti Bani Umayyah sedang berada di padang pasir, makan siang tiba, dia berkata, “Carilah orang yang bersedia makan bersamaku.” Mereka mencari, mereka menemukan seorang A’rabi (arab pedalaman), dia dibawa kepada Hajjaj. “Assalamu alaikum.” Sapa A’rabi itu. Hajjaj berkata, “Mari makan hai A’rabi.” A’rabi menjawab, “Aku telah diundang oleh seseorang yang lebih mulia darimu dan aku menjawab undangannya.” Hajjaj bertanya, “Siapa?” Dia menjawab, “Allah Tuhanku mengundangku berpuasa maka aku menjawabnya.” Hajjaj berkata, “Puasa pada hari yang sangat panas begini?” Dia menjawab, “Aku berpuasa demi suatu hari yang jauh lebih panas.” Hajjaj berkata, “Berbukalah hari ini dan berpuasalah esok.” Dia berkata, “Apakah Tuan panglima berani menjamin aku hidup sampai esok?” Hajjaj menjawab, “Itu bukan wewenangku.” Dia berkata, “Kalau begitu bagaimana engkau memintaku menukar Akhirat dengan dunia dan engkau sendiri tidak memilikinya?” Hajjaj berkata, “Ini makanan enak.” Dia berkata, “Demi Allah, bukan kokimu yang membuatnya enak, bukan tukang rotimu yang membuatnya nikmat.” Hajjaj bertanya heran, “Lalu siapa?” Dia menjawab, “Sehat.” Hajjaj berkata, “Demi Allah, aku tidak melihat seperti hari ini, suruh dia pergi dariku.”

Ternyata pada diri kita, orang-orang yang sehat, terdapat suatu nikmat yang tiada ternilai harganya. Benar, sehat itu mahal, ia adalah modal utama kita, kalau kita sakit berapa pun akan kita bayar asalkan kita bisa mengganti sakit itu dengan sehat.

Seorang laki-laki miskin datang kepada seorang bijak yang biasa memberi motivasi, si miskin mengadukan kemiskinannya kepadanya, laki-laki bijak itu bertanya kepada si miskin, “Apakah kamu bersedia menjadi buta dan kamu mendapatkan sepuluh ribu dirham?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Dia bertanya, “Apakah kamu bersedia menjadi bisu dan kamu mendapatkan sepuluh ribu dirham?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Dia bertanya, “Apakah kamu bersedia menjadi gila dan kamu mendapatkan sepuluh ribu dirham?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Dia bertanya, “Apakah kamu bersedia menjadi buntung kedua tangan dan kaki dan kamu mendapatkan dua puluh ribu?” Si miskin menjawab, “Tidak.” Laki-laki bijak itu berkata kepadanya, “Apakah kamu tidak malu mengadu kepada Allah sementara kamu mempunyai lima puluh ribu dirham?”

Itulah nikmat sehat, nikmatilah kesehatan Anda dan jagalah, tetapi ingat jangan sampai Anda termasuk orang-orang di mana Rasulullah shallallohu 'alahi wasallam menggolongkan mereka ke dalam barisan orang-orang yang tertipu olehnya. 

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ : الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ . 

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallohu 'alahi wasallam bersabda, “Ada dua nikmat, banyak orang yang tertipu pada keduanya; sehat dan waktu luang.” (HR. al-Bukhari). 

Karena itu jagala kesehatan baik-baik, karena ia adalah modal pokok kehidupan untuk meraih akhirat dan bagi keluarga, ia merupakan salah satu faktor kebahagiaannya. Wallahu a'lam.

Rabu, 28 Desember 2011

Catatan Spontanitas - SIHIR SIHIR TEKNOLOGI

it's an information blog



Kehidupan dinamis kawula muda memang sukar ditebak. Seiring dengan menggeliatnya glamour dunia, majunya dunia pengetahuan, maka berefek pula pada dinamika kehidupan.

Pada zaman ibu saya remaja, ditahun 1960-an, orang tua begitu ketakutan kalau anaknya di apelin cowok . saat si cowok datang bertamu, buru-buru anaknya disuruh pergi (boro-boro duduk ngobrol berduaan diruang tamu dan keluyuran) yang ada, si cowok di hadapi oleh ortunya si cewek, ditanya detail darimana, ada maksud apa? Kalau jelas maksud kedatangannya, maka buru-buru sicowok diminta bawa keluarganya untuk menikahi anaknya.

Bahkan pada beberapa daerah, tersebutlah tradisi menyiapkan sapu tangan putih dimalam pertama mereka menikah, kalau ada darah tanda keperawanan, maka bergembiralah sisuami dan keluarganya, jika tak ada darah itu, maka esoknya si wanita dipulangkan untuk di talaq oleh suaminya.

Begitu berharganya virginitas pada masa itu, sehingga orang tua pun saling memperketat penjagaan anak-anak perempuan mereka, hal yang sangat bagus sekali selaras dengan ajaran agama Islam agama yang mulia yang menjaga kesucian kaum wanita. Walau pada masa itu, kebanyakan orang tua belum memahami makna bagaimana menjaga anaknya dengan menutupi aurat pada tubuhnya.

Setidaknya ada point yang kita petik, bahwa budaya timur (Indonesia khususnya) banyak mempunyai keselerasan dalam Islam dalam hal menjaga buah hati mereka khususnya anak-anak perempuannya.

Pada masa itu, hampir rata – rata pernikahan dilandasi tanpa cinta, tanpa saling mengenal, hanya dari perjodohan antar orang tua semata, walau sebagian ada yang sudah berteman dari sejak kecil, namun hanya sedikit saja mereka yang berumah tangga dengan melalui binar-binar cinta.

Seiring bergesernya zaman, dan masuknya budaya-budaya barat, eropa yang dibawa para penjajah dinegeri kita, terjadilah pergeseran norma, apalagi pasca merdekanya dunia teknologi, masuknya kemudahan komunikasi, anak-anak sejak SD sudah berbekal HAPE, LAPTOP, dan sarana-sarana informasi lainnya. Untuk mengakses bagaimana budaya barat sudah tak perlu lagi ke LA, cukup klik dan ketik satu kata kunci, maka Mbah google pun memandu dengan detail, mengungkap dan memberikan masukan informasi apa yang dia maui, maka virus pun menyebar, kuman berkembang biak, dan terjangkitlah penyakit ditengah masyarakat kita.

Saya teringat pada tahun 1990-an, pada masa itu beredarlah yang namanya video, dimana-mana orang membuka rental kasetnya, dari filem anak-anak semisal google V, GABAN, POLIMAR sampe ZABOGAR , beredar pula filem-filem “unyil” yang menjijikan. Sampai tibanya masa video tergeser oleh LASER DISC, mulai lebih parah lagi, sebab laser disc ini tak bisa disensor oleh BSF yang ketika itu sudah terbentuk dengan nama LSF (Lembaga sensor filem). Mulailah berbondong-bondong masuk ibarat air bah filem-filem tanpa sensor. Racun semakin parah. Pasca itu maraklah VCD, semakin mudah didapat, rental berjamuran , karena VCD ini mudah digandakan cukup dengan PC plus software burning, CD-RW dan filem master serta keeping VCD kosong, maka mudah digandakan.

Sekitar tahun 1995 akhir berkembanglah teknologi internet merambah masuk, kemudian di 1997-an akhir keluar dunia HAPE, masih minim fiturnya, berkembang hingga semakin canggih, maka virus kini mulai berwujud menjadi musuh nyata, ketika warnet sudah disekat dengan layar menghadap tembok, maka apa yang dilakukan seseorang disana hanya Allah-lah dan dia yang mengetahuinya. Anak SD mulai masuk warnet, dan kini bebas sampai jam berapa saja, bahkan para pengusaha warnet pun menutup mata untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis mucikarinya.

Saya punya pengalaman mengecek histori pengguna warnet saat saya melakukan service ditempat kawan, dari 15 komputer yang digunakan, di historinya semua computer tercantum digunakan untuk mengakses hal-hal mesum, wal’iyadzubillah ..

Anda dan saya kini tak mampu menutup mata, apa yang dulu tabu dilakukan, maka kini mudah dijumpai, adik-adik muda kita sudah tidak riskan bergandengan tangan, berpelukan erat dimotor (NAPLOK), bahkan memadu kasih disisi jalan raya, tak dinyana sama sekali, seolah-olah mereka adalah pasangan suami istri.

Berkendara berdua jarak jauh, nginep, bahkan tidur 1 kamar dihotel dengan alasan menghemat dana. Wanitanya sudah tak malu lagi maen kerumah pria, bahkan masuk kekamarnya. Orang tua sudah tidak lagi pusing bahkan mereka pergi meninggalkan sang anak berduaan, ketika ditegur "AH KAYAK KAMU GAK PERNAH MUDA AJAH" Gileeeeeee ajeeeeee , masa mudanya masa sih masa berzina ? Astaghfirullah..

Kalau dulu didapati peribahasa, MALING PUN TAK MAU ANAKNYA MENJADI MALING / COPET
tapi kini : IBU BAPAK YANG BAIK RIDHO ANAKNYA MENJADI BEJAT !!

Bahkan sebagian kawula muda berkata : PACARAN TANPA CIUMAN IBARAT SAYURAN TANPA GARAM, gileee Boss !!
Astaghfirullah ...

Bahkan ditemui beberapa kasus, orang tua tak lagi berkenan anaknya memakai jilbab, takut susah kawin dan ga laku-laku katanya ... Masya Allah, kebodohan sudah begitu merajalela rupanya ..dan ini PR kita

Inilah fakta, ini realita, ...
Adakah dari diri kita yang bisa melakukan sesuatu untuk mengatasi minimal mengingatkan bahaya ini ?
Sungguh, sihir – sihir teknologi telah berubah dari sebuah virus menjadi bahaya nyata !!
Sebuah bahan tafakkur buat kita semua…. Berbisnis boleh saja, tapi timbanglah dengan timbangan yang haq, buka warnet silahkan saja, tapi hadapkanlah layarnya pada ADM nya, kira-kira bakal laku engga ya warnet semisal ini dikalangan ABG (ANGKATAN BABE GUE) dan anak muda?

Selasa, 27 Desember 2011

Yang Berlebihan Dalam Keluarga

it's an information blog

Setiap keluarga tahu dan paham peranan harta dalam keluarga, ibarat bahan bakar bagi kendaraan bermotor, bila tersedia secara cukup, bila tidak maka ia tidak berjalan, bila harta tersedia secara cukup, bila tidak maka anggotanya hanya bisa duduk, agar hal ini tidak terjadi maka anggota keluarga patut berusaha.

Tanggung jawab atas harta berpijak kepada dua titik pertanyaan, dari mana ia diperoleh, dari halalkah atau haram? Keluarga muslim tentu memastikan yang pertama. Kedua, ke mana ia dibelanjakan? Ke bidang yang halal atau ke yang haram. Keluarga muslim memilih yang pertama. Untuk yang pertama ini terbagi menjadi tiga terkait dengan cara membelanjakannya, taqtir atau kikir, seimbang dan israf atau berlebih-lebihan.

Dari ketiganya yang terbaik adalah yang tengah, namanya juga seimbang, maka pasti ia yang tengah, karena seimbang itu tengah. Tentang hal ini Allah telah menetapkannya sebagai sifat Ibadurrahman, hamba-hamba ar-Rahman dalam firmanNya, “Dan orang-orang yang apabila mereka membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, akan tetapi di antara keduanya.” (Al-Furqan: 67).

Taqtir adalah kikir, termasuk terhadap diri sendiri. Ini penulis tunda dulu, kita bahas nanti saja insya Allah. Sedangkan israf adalah membelanjakan harta di bidang halal namun melampaui batas keseimbangan atau kebutuhan wajar. Walaupun bidangnya halal dan boleh, namun israf tidak boleh, karena sisi melampaui batas, sesuatu yang pada dasarnya boleh, bisa menjadi tidak boleh manakala sudah melampaui batas.

Sisi negatif israf

Pertama: Perbuatan yang tidak dicintai oleh Allah, sebagaimana Allah berfirman, “Janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-An'am: 141). Tentunya bagi seorang muslim, bila sebuah perbuatan tidak dicintai Allah, dia patut meninggalkannya, karena seorang mukmin sepatutnya senantiasa mencari cinta Allah dengan melakukan apa yang Dia cintai.

Kedua: Perbuatan yang bertentangan dengan sikap syukur dan perbuatan ini tidak diridhai oleh Allah, sebagaimana Allah berfirman, “Dan jika kamu bersyukur niscaya Allah meridhai syukurmu.” (Az-Zumar: 7). Israf bukan cerminan syukur karena pelakunya tidak membelanjakannya dengan baik yang merupakan tuntutan syukur dan hal itu tidak diridhai oleh Allah.

Ketiga: Bagi keluarga, perbuatan ini dapat menggoyahkan pilarnya, karena tidak terwujudnya keseimbangan dalam anggaran pendapatan dan belanja keluarga. Bila keluarga terjerumus ke dalam israf yang sudah barang tentu menguras banyak biaya, maka ada sisi lain yang terbengkalai tanpa biaya, bila ekonomi keluarga tidak kuat, maka pilarnya akan runtuh dan keluarga akan kacau balau, bila ekonomi keluarga relatif kuat, maka yang kuat tidak perlu lama untuk keropos lalu hancur bila digerogoti oleh sikap israf.

Bentuk-bentuk Israf

Dalam keluarga bisa ditemukan beberapa bentuk israf yang dilakukan oleh anggotanya, sengaja atau tidak sengaja. Di antaranya:

Israf dalam Makan dan Minum

Dari sisi jumlah dan macam. Yang pertama berarti makanan tersebut berjumlah banyak dan melimpah, sehingga anggota keluarga tidak kuat menghabiskannya, seandainya sisanya diberikan kepada fakir miskin atau tetangga sebagai sedekah, maka tidak ada israf, karena tidak ada yang terbuang percuma, masalahnya adalah pada umumnya sisanya dibiarkan begitu saja sehingga ia basi dan akhirnya ke tempat sampah.

Dari sisi macam, maksudnya macam makanan yang dihidangkan berbagai bentuk, tidak masalah pada prinsipnya selama tidak ada yang terbuang sia-sia, namun kebiasaan berkata bahwa semakin beranekaragam makanan, semakin kecil peluang untuk memanfaatkannya karena perut sudah terisi oleh ini dan itu.

Israf di bidang ini diisyaratkan oleh firman Allah, “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A'raf: 31). Tidak dilarang sebuah keluarga menetapkan makanan dan minuman bermutu baik, berjumlah cukup dan beraneka ragam, selama hal itu sesuai dengan pendapatannya tanpa memaksanakan diri dan tanpa berlebih-lebihan.

Israf dalam Berpakaian

Dengan mengoleksi pakaian dalam jumlah banyak yang sangat jarang dipakai, bahkan mungkin hanya sekali dipakai saja dan selanjutnya menumpuk di almari pakaian sebagai pengisinya.

Berpakaian sesuai dengan kadar kepantasan, bahkan pakaian bagus dan bersih, bermutu dan baik termasuk keindahan dan “Innallaha Jamiil yuhibbul jamaal.”(sesungguhnya Alloh itu indah dan menyukai keindahan-ed) Namun semua itu bukan berarti israf. Bila misalnya lima pasang sudah mencukupi, maka untuk apa lebih dari itu? Dan biasanya yang lebih ini tidak terpakai, padahal di sana masih ada orang-orang yang pakiannya hanya satu, pakaian yang hanya meletak di tubuh saja, atau hanya dua stel saja, satu dicuci dan satu di pakai, seandainya yang lebih itu disalurkan kepada mereka niscaya lebih bermanfaat.

Israf dalam Peralatan

Hal ini bisa terlihat pada keluarga kaya, rumahnya berisi perabot-perabot mewah, bila ia dimanfaatkan, bila tidak maka itulah israf, karena yang sering terlihat adalah bahwa perabot-perabot dan barang-barang itu hanya sebatas sebagai penghias sudut ruangan atau pengisi rak semata, sama sekali tidak digunakan, padahal bila ditilik harganya maka akan membuat terbelalak sebagian orang.

Kendaraan salah satu perangkat yang banyak menyumbang sisi israf dalam keluarga, karena bagi banyak orang kendaraan bukan lagi sekedar kebutuhan, tetapi di samping itu ada sisi gengsi dan persaingan, sehingga kendaraan dimiliki bukan untuk kebutuhan inilah israf.

Sebagian keluarga menjadi pengoleksi barang antik yang manfaatnya hanya sebatas kebanggaan atau mainan semata, barang tersebut sudah sama sekali tidak berfungsi sebagaimana fungsi aslinya, namuan keluarga tersebut rela mendapatkannya dengan harga masya Allah, eh masya Allah atau naudzu billah ya? Wallahu a'lam. 

Seputar Khitbah (Meminang) 4

it's an information blog

Saya berharap khitbah yang akan Anda lakukan atau sedang Anda lakukan diterima dengan baik, selanjutnya tinggal membicarakan waktu untuk melangsungkan akad nikah yang Anda tunggu-tunggu. Seandainya khitbah sudah disepakati dan diterima, apakah masih ada peluang untuk membatalkannya? Dengan kata lain, bisakah khitbah yang sudah diterima itu dibatalkan oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak? 

Saya mengajak pembaca menengok ulang apa yang saya tulis sebelumnya, bahwa khitbah merupakan mukadimah pernikahan, karena sifatnya mukadimah maka bukan masalah bila ia dibatalkan oleh salah satu pihak, bila alasan pembatalannya bersifat syar'i, misalnya terjadi perubahan mencolok pada salah satu pihak yang membuatnya tidak lagi sekufu` dengan lawannya, sebagai contoh, dua orang yang sama-sama tidak shalih sepakat untuk menikah, sebelum akad berlangsung, salah satu pihak berubah menjadi shalih sedangkan yang lain masih tetap sedia kala, atau kasus sebaliknya, dua orang yang sama-sama istiqamah sepakat menikah, khitbah telah berlangsung, namun tiba-tiba istiqamah salah seorang dari keduanya luntur, dalam kasus seperti ini bukan masalah kalau yang shalih kemudian membatalkan. 

Misalnya, dua orang di luar Islam sepakat untuk menikah dan khitbah telah disepakati, namun sebelum pernikahan terjadi pihak wanita masuk Islam, sementara pihak laki-laki tetap memegang agamanya, dalam kasus ini pembatalan khitbah adalah keharusan, karena wanita Islam tidak boleh menikah dengan laki-laki bukan muslim. 

Bila pembatalan tidak bersifat syar'i, maka dari sisi hukum tidak bermasalah, dalam arti khitbah yang disepakati akan batal bila ia dibatalkan, namun dari sisi mengingkari janji dan menyelisihi apa yang disepakati, dari sisi ini ia bermasalah, di mana menyelisihi janji termasuk salah satu sifat orang-orang munafik dan seorang muslim tidak patut memelihara sifat munafik. 
Bagaimana bila dalam khitbah tersebut mahar sudah diserahkan, apakah ia bisa ditarik kembali? Mahar diberikan sebagai salah satu syarat pernikahan dan dengan asumsi bahwa khitbah tersebut akan berlanjut ke medan pernikahan, dari sini saat khitbah tersebut dibatalkan dan otomatis pernikahan pun ikut batal, maka tidak ada penghalang bagi pembayar mahar untuk menariknya kembali, karena mahar diberikan untuk pernikahan, saat pernikahan batal maka ia pun batal. 

Di samping itu, saat pernikahan sudah berlangsung dan mahar sudah disebut namun belum terjadi khalwat di antara suami istri, lalu dalam kasus ini terjadi perpisahan, maka dalam kasus seperti ini mahar yang wajib hanya setengah. “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah.” (Al-Baqarah: 237). Bila demikian ketentuannya padahal di sini telah terjadi pernikahan dan mahar sudah ditentukan, maka sebelum terjadi pernikahan lebih patut. Wallahu a’lam. 

Minggu, 25 Desember 2011

Seputar Khitbah (Meminang) 3

it's an information blog

Khitbah merupakan upaya dan mukadimah dalam rangka mengikat jalinan koperatif di antara dua kubu, salah satu elemen penting dan faktor penunjang utama bagi kemulusan jalinan ini adalah kejujuran dan keterbukaan dari kedua belah pihak, lebih-lebih fase khitbah adalah fase langkah awal, kurang patut bila sesuai yang sakral dibuka dan diawali dengan ghisy, ketertutupan dan kecurangan, bila dari pertama sudah terjadi ketidakjujuran, menutup-nutupi dan tadlis lalu siapa yang menjamin, bila kelak keduanya menikah, hal ini tidak terjadi dan terulang kembali? 

Bila kejujuran dalam akad jual-beli dibutuhkan dan ditekankan, seorang saudagar dilarang menutup-nutupi aib barang atau cacatnya bila ia memang cacat atau membohongi pembeli dengan mengatakan sesuatu yang tidak ada pada barang, dan Rasulullah saw telah bersabda, “Man Ghasysyana fa laisa minna, barangsiapa mencurangi kami maka dia tidak termasuk golongan kami.” padahal ia adalah akad terhadap barang, benda mati, maka kejujuran dalam akad pernikahan, di mana ia adalah Mitsaq Ghalidh, akad paling kokoh dan paling kuat, akad yang dengannya kehormatan yang diharamkan dan dijaga menjadi halal, lebih diperlukan dan ditekankan. 

Jarang ada orang yang mau dibohongi dan dicurangi, termasuk Anda sendiri, lalu apa alasan Anda melakukannya padahal Anda tidak mau orang lain melakukannya terhadap Anda? Baik Anda sebagai pihak yang melamar ataupun yang dilamar, katakan sejujurnya bila dia belum tahu. Katakan hal-hal yang terkait dengan diri Anda yang sekiranya memberi pengaruh terhadap keputusannya untuk menerima atau menolak Anda. Status seseorang, jejaka atau duda atau sudah beristri, gadis atau janda atau masih terikat perkawinan, kalau masih gadis apakah masih perawan, belum tersentuh atau sudah?, hal ini biasanya paling kuat pengaruhnya terhadap penerimaan atau penolakan, seorang wanita akan berpikir lama bila laki-laki-laki yang melamarnya sudah beristri atau masih tersangkut tali pernikahan, hal mana ia barang kali tidak akan melakukan demikian saat status laki-laki tersebut adalah sebaliknya. Pun demikian, seorang pria, saat dia mengira bahwa gadis yang akan dilamarnya masih perawan, ternyata perkiraannya meleset, dia sudah tersentuh dan kehilangan mahkotanya, tentu dia akan berpikir. 

Namun perlu dipahami bahwa keterusterangan dan keterbukan ini tidak berarti bahwa Anda harus membeber dan mengumbar segalanya, hanya supaya lamaran Anda diterima, Anda tidak perlu demikian, bisa-bisa justru malah ditolak, bagaimana pun Anda juga punya hak untuk menjaga nama dan gengsi Anda, cukup hal-hal yang dalam pertimbangan umum dianggap penting dan memberi pengaruh. Ini satu. Yang kedua, Anda tidak perlu mengatakan hal ini dengan bahasa yang langsung atau jelas bila masalahnya termasuk masalah-masalah yang cukup diungkapkan dengan bahasa tidak langsung atau bahasa sindiran. Misalnya, sang gadis sudah tidak perawan lagi karena suatu sebab masa lalu yang kurang baik, namun saat ini dia sudah berubah dan menjadi shalihah, maka keadaannya cukup diungkapkan dengan bahasa kiasan, misalnya dengan mengatakan, “Masa lalunya sedikit bermasalah.” Atau, “Barangkali Ukkasyah sudah mendahului Anda,” Dan sebagainya. 

Bagaimana bila dengan keterusterangan tersebut ternyata khitbah gagal? Bila gagal karenanya maka hal itu lebih baik. Gagal karena keterbukaan, masing-masing pihak memutuskannya untuk berhenti dengan dasar ilmu, lebih baik daripada terus namun masih ada yang disembunyikan, menjadi api dalam sekam, bom waktu. Ini satu sisi. Sisi lain, bila setelah keterbukaan ini ternyata gagal, maka masing-masing pihak wajib menyimpan rahasia lainnya secara rapat-rapat, karena itu adalah amanah yang memang kudu dijaga, di samping menutup aib seorang muslim merupakan perintah agama, “Mana satara musliman satarullahu fid dunya wal akhirah. Barangsiapa menutupi seorang muslim niscaya Allah menutupinya di dunia dan di akhirat.” Semoga setelah itu masing-masing mendapatkan jalan yang baik. 

Bila Anda perlu membuka diri dengan berterus terang, maka tidak ada salahnya bila Anda ‘menjual’ kelebihan Anda, menyinggung kelebihan yang Anda punyai, sekiranya hal itu bisa mempengaruhinya untuk menerima Anda, sebutkan saja, tidak masalah, selama bukan dalam konteks membanggakan diri dan takabur dan apa yang Anda katakan ada benar, bukan dusta dan isapan jempol, jangan seperti air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya. Nabi saw bersabda, “Al-mutasyabbi’ bima lam yu’tha ka labis tsabaiy zurr. Orang yang merasa kenyang dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya adalah seperti pemakai sepasan baju kedustaan.” Tidak perlu berbohong hanya untuk rayuan gombal, tidak usah menghiasi diri dengan sesuatu yang tidak dimiliki, yakinlah bahwa kedustaan adalah tali yang pendek dan kejujuran adalah keselamatan. 

Dalam konteks khitbah, bila seseorang yang mempunyai kepentingan dalam hal ini datang kepada Anda, dia mungkin sebagai pihak yang melamar dan mungkin juga pihak yang dilamar, bila dia datang kepada Anda meminta nasihat atau masukan, maka Anda dianjurkan untuk tidak menutup-nutupi bila Anda mengetahui sesuatu. Fatimah binti Qais datang kepada Nabi saw, dia melapor kepada beliau bahwa telah dilamar oleh dua orang: Mu'awiyah dan Abu Jahm. Nabi saw memberinya masukan, “Mu'awiyah adalah orang miskin yang tidak berharta. Abu Jaham adalah laki-laki yang tidak menurunkan tongkatnya dari pundaknya. Nikahlah dengan Usamah.” 

Di sini Rasulullah saw mengarahkan Fatimah kepada yang lebih baik, dan demi kebaikannya juga beliau mengabarkan sisi kemanusiaan dua orang mulai yang telah melamarnya, tidak masalah karena kemaslahatannya lebih rajih dan tidak melebar ke rana yang lebih luas. Wallahu a’lam. 

Sabtu, 24 Desember 2011

Seputar Khitbah (Meminang) 2

it's an information blog

Setelah Anda memastikan lampu untuk khitbah bersinar hijau, antara Anda dengannya tidak ada penghalang dari sisi syar'i, maka selanjutnya Anda patut memastikan bahwa buruan Anda adalah orang yang tepat, maka Anda harus jeli dan cermat, istikharah dulu. Jangan sampai Anda membidik perkutut, namun yang kena ternyata blekok. Cari informasi memadahi yang membuat semangat Anda untuk memburunya tetap berkobar layaknya semangat pahlawan empat lima, Anda tidak inginkan seperti membeli kucing dalam karung atau seperti pengumpul kayu dalam kegelapan? 

Ilmu tentangnya terkait dengan fisik bisa diperoleh melalui nazhar, melihat kepadanya, hal ini bila dia memang asing, Anda belum pernah melihatnya, hikmah nazhar ini lebih membuka peluang melanggengkan pernikahan, karena Anda melangkah dengan penuh kemantapan karena sudah mengantongi pengetahuan yang memadahi tentangnya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda kepada seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita, “Sudahkah kamu melihatnya?” Dia menjawab, “Belum.” Nabi saw bersabda, “Pergilah dan lihatlah.” 

Rasulullah saw bertanya kepada laki-laki ini apakah dia sudah melihat calon istrinya sebelumnya? Manakala dia menjawab belum, beliau memerintahkannya untuk melihat, seandainya dia menjawab sudah, besar kemungkinan beliau tidak menganjurkannya karena itu termasuk tahshilu hashil, melakukan sesuatu yang sudah ada, tidak bermanfaat. 

Adapun ilmu tentangnya terkait dengan non fisik, perangai dan akhlak, maka Anda bisa melihatnya dari beberapa faktor: 

1- Di antaranya latar belakang keluarganya, karena keluarga sangat dominan dalam membentuk, ia merupakan akar bagi seorang anak, bila akar baik diharapkan cabang pun ikut baik, orang jawa bilang, “Kacang orang ninggal lanjaran.” Maksudnya kacang tidak meninggalkan batangnya. Buah jatuh tidak jauh dari pohonya. 

2- Pendidikannya, tentu berbeda antara lulusan pendidikan agama dengan lulusan pendidikan umum dari sisi pengetahuan agama dan bisa juga, sekalipun tidak selalu, berpengaruh kepada tingkat iltizam, berpegang kepada ajaran-ajaran agama. 

3- Ruang lingkup pergaulan, karena pertemanan tidak dipungkiri memberi dampak positif dan negatif sesuai dengan keadaan teman, seorang teman bisa berupa penjual minyak wangi dan bisa pula pandai besi, masing-masing berpengaruh terhadap seseorang, di samping itu Anda bisa mengetahui kecenderungan seseorang melalui teman-temannya, pernah saya katakan di sini sebelumnya, bahwa kerbau berkawan dengan kerbau, kecenderungannya berendam di danau atau sungai, seperti teman-temannya. Anda tidak menemukan kerbau berkawan kerbau, lalu yang satu berendam dan yang lainnya berjemur. 

4- Anda bisa mengutus seseorang yang Anda percaya untuk bergaul dengannya beberapa waktu, darinya Anda bisa mengorek informasi tentangnya yang berharga yang akan memberi pengaruh terhadap kelputusan Anda. 

Khitbah dari Perempuan 

Mungkinkah perempuan melamar laki-laki? Adakah pertimbangan syar'i yang membolehkan atau melarang? 

Saat Khadijah terpesona oleh keluhuran akhlak dan kemuliaan tabiat seorang pemuda Makkah, Muhammad bin Abdullah, melalui informasi pelayannya tentangnya, dia merasa menemukan impiannya yang hilang, setelah menjanda dua kali, setelah lamaran para pembesar Quraisy ditolaknya, muncul hasrat dalam hatinya untuk bersanding dengan pemuda berakhlak luhur tersebut, maka dia menyampaikannya kepada seorang sahabat karibnya, Nafisah binti Munayyah, yang selanjutnya memforward keinginan Khadijah ini kepada Muhammad, yang menyambutnya dengan baik. Muhammad menyampaikan hal ini kepada paman-pamannya dan mereka pun melamar Khadijah dan terjadilah pernikahan mulia dan penuh berkah. 

Manakala sahabat Nabi saw Khunais bin Hadzafah, suami Hafshah binti Umar bin al-Khatthab wafat, Umar sangat sedih atas putrinya yang menjadi janda dalam usia relatif muda, setelah pertimbangan panjang, dia memutuskan untuk mencari suami yang bisa melindungi dan menjaga putrinya. 

Pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar ash-Shiddiq, karena dia mengenalnya sebagai laki-laki yang tenang dan penuh perhitungan yang membuatnya layak untuk Hafshah yang mewarisi darah ayahnya, kecemburuan yang besar dan tabiat yang keras. Dia menemui Abu Bakar menyampaikan kepadanya keadaan putrinya yang menjanda dalam usia relatif muda. Kemudian secara terbuka dia menawarkannya untuk menikahinya, akan tetapi Abu Bakar tidak menjawab apa pun. 

Umar bingung menghadapi sikap Abu Bakar. Dia pergi kepada Usman bin Affan yang baru saja ditinggal wafat oleh istrinya, Ruqayah binti Rasulullah karena sakit. Umar berbicara kepadanya dan menawarkan agar dia menikahi putrinya. Usman meminta waktu kepada Umar. 

Kemudian sesudah itu Usman menjawab, "Aku belum ingin menikah hari ini." Sikap Abu Bakar dan Usman menyesakkan dada Umar karena keduanya adalah teman-teman yang tidak buta terhadap kedudukannya. Maka Umar pergi kepada Rasulullah saw mengadukan apa yang dialaminya. Nabi saw tersenyum dan bersabda, "Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Usman dan Usman akan menikah dengan orang yang lebih baik dari Hafshah." Rasulullah saw melamar Hafshah. Umar sangat berbahagia. Abu Bakar datang memberi ucapan selamat kepada Umar seraya berkata, "Jangan marah kepadaku. Karena Rasulullah saw telah menyebut Hafshah dan tidak pantas bagiku membuka rahasia beliau saw. Seandainya beliau tidak menikahinya maka aku yang menikahinya." 

Jadi khitbah dari pihak wanita memungkinkan, melalui walinya atau orang kepercayaannya yang akan menyampaikan kepada sasarannya, seperti yang dilakukan oleh Khadijah dan Umar bin al-Khatthab. Wallahu a’lam. 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More